bitcoin

bitcoinker

Thursday, February 17, 2011

Kucing berakting sakit saat alami tekanan dalam lingkungan

Kucing sehat bisa berlagak sakit ketika menghadapi keadaan lingkungan yang mengecewakan buatnya. 

Penelitian terbaru yang dilakukan Tony Buffington, profesor dari Ohio State University, mengemukakan kalau kucing menunjukkan kekecewaan terhadap perubahan lingkungannya dengan 'berakting' sakit, seperti menolak makan dan memuntahkan kembali makanan yang sudah ditelan.

Perubahan lingkungan yang dimaksud Buffington adalah perubahan eksternal sehingga kucing harus menyesuaikan diri. Menurut Buffington, perubahan jadwal pemberian makan juga termasuk dalam perubahan lingkungan. "Pengaruh tekanan semacam itu berdampak pada perilaku kepura-puraan kucing," jelas Buffington.








Penelitian dilakukan dengan dua kelompok kucing. Sekelompok kucing yang sehat, dan sekelompok lain kucing dengan interstitial cystitis (IC), yaitu penyakit akut yang menyerang pada bagian kandung kemih, menyebabkan rasa sakit dan rasa tidak nyaman.

Hasilnya, tiap grup memperlihatkan sakit dengan karakteristik sama saat merespon sesuatu yang tidak biasa. "Tetapi kami menemukan, pada kedua kelompok, sakit dapat dikurangi dengan melakukan perbaikan lingkungan," Buffington menerangkan.

Para ilmuwan pun menyimpulkan bahwa setelah kondisi lingkungan telah kembali stabil, kucing akan kembali seperti sediakala.

Dengan demikian, dokter hewan bisa menambahkan kualitas lingkungan dalam diagnosis mereka ketika mendapati kucing yang sakit. Demikian kata Buffington.
(nationalgeographic)

Katak penyanyi dari Haiti

Di Haiti, ada katak mozart yang menghasilkan suara yang mirip nada musik. Bersama dengan lima jenis katak lain, katak ini ditemukan kembali setelah disangka punah.

Katak mozart (Eleutherodactylus amadeus), pada malam hari, berbunyi seperti siulan empat nada. Saat senja dan petang, siulannya hanya memiliki dua nada. Katak ini terakhir ditemukan pada tahun 1991.

Para ahli konservasi dari Conservation International menemukan kembali kata mozart ini bersama lima jenis katak lain di Haiti. Beberapa jenis katak tersebut telah menghilang selama puluhan tahun dan diduga punah.








Lima jenis katak, selain katak mozart, adalah hispaniolan ventriloquial (E. dolomedes), la hotte glanded (E. glandulifer), macaya breast-spotted (E. thorectes), hispaniolan crowned (E. corona), dan  macaya burrowing (E. parapelates).

Temuan paling mengejutkan adalah katak lahotte glanded karena jenis ini adalah satu di antara 48 jenis amfibi yang paling jarang dijumpai di Haiti sehingga menjadi misteri. 

Katak hispaniolan ventriloquial merupakan salah satu spesies yang sangat unik karena bisa membuat suaranya seolah-olah berasal dari tempat yang jauh. Kemampuan itu dimilikinya untuk mengecoh predator yang memburunya.

"Kami mencari satu spesies, tetapi ternyata menemukan harta karun lainnya. Ini mencerminkan ketahanan dan harapan bagi masyarakat Haiti serta satwa liar yang ada," kata Richard Moore, pemimpin ekspedisi ini.
(nationalgeographic)

China kembangkan konsep kota megatropolis

China sedang mengembangkan konsep kota raksasa seluas 16.000 mil persegi dan menampung 42 juta orang. Kota ini merupakan gabungan dari sembilan kota yang ada di tenggara China, terbentang dari Guangzhou ke Shenzhen. 

Kota "megatropolis" ini dibuat untuk mempermudah kehidupan di dalamnya. Masyarakat akan mendapatkan pelayanan publik yang lebih baik,  sekolah dan rumah sakit akan dikembangkan sesuai dengan teknologi tercanggih sekarang ini. Selain itu, masyarakat yang ingin melintasi kota dengan kendaraan umum yang jalurnya terbentang sepanjang 31.000 mil akan mendapatkan satu buah kartu sebagai alat bayar.








Sungai Pearl akan menjadi penghubung kesembilan kota yang terpisah tersebut. Untuk menuju satu kota hanya membutuhkan waktu satu jam dengan transportasi yang kelak akan tercipta di kota Megatropolis itu.

Dengan kota yang terhubung oleh transportasi yang sangat cepat, serta komunikasi yang tak kalah cepat, China diperkirakan akan selangkah lebih maju dari Amerika Serikat. 
(nationalgeographic)

Kota Bebas-Karbon Pertama di Dunia

Sebuah rancangan pembangkit listrik tenaga surya masa depan akan menjadi penanda utama kota tanpa karbon pertama di dunia. Rancangan yang bernama Lunar Cubit itu sengaja dibuat untuk menandingi popularitas piramida Giza di Mesir.

Lunar Cubit merupakan salah satu peserta Land Art Generator Initiative, sebuah kontes rancangan instalasi seni publik yang juga berfungsi penuh sebagai pembangkit listrik tanpa polusi. Rancangan yang dibuat tim pimpinan Robert Flottemesch, insinyur senior pada Hudson Valley Clean Energy, New york, yang juga seorang seniman yang peduli pada energi terbarukan, itu berhasil menjadi pemenang pertama kontes.

Flottemesch bersama timnya merancang Lunar Cubit sebagai rangkaian piramida yang terdiri atas sebuah piramida besar sebagai pusat dan delapan piramida kecil yang mengelilingi sekitarnya. Semua piramida itu berfungsi untuk menangkap energi sinar matahari pada siang hari dan menyala pada pada malam hari. Uniknya, rangkaian piramida itu akan menyala sesuai—namun bertolak belakang—dengan siklus bulan. Pada saat bulan baru, semua piramida akan menyala, sementara ketika bulan purnama semua piramida justru akan padam.









Untuk menjalankan fungsinya sebagai pembangkit listrik, bagian luar piramida akan diselubungi panel surya. Sedangkan tepian sudutnya terbuat dari kaca dan silika amorf yang membuatnya tampak seperti batu akik yang dipoles dengan sempurna.


Setiap piramida dari kedelapan piramida kecil akan menghasilkan listrik sebesar 1,74 megawatt, cukup untuk memasok listrik ke 250 rumah. Energi surya tersebut disalurkan melalui kabel bawah tanah jaringan listrik untuk kemudian disalurkan ke ribuan rumah di sekitarnya.

Menurut rencana, Lunar Cubit akan dibangun di Masdar City, Uni Emirat Arab, yang merupakan kota metropolis bebas-karbon pertama di dunia. Meski belum ada kabar kapan pembangunannya dimulai, namun dapat dipastikan Lunar Cubit akan dikenali sebagai penanda utama Masdar City seperti Big Ben di London atau Empire State Building di New York.

(nationalgeographic)

Fosil puluhan hewan purba ditemukan di satu tempat

Puluhan hewan besar, seperti mammoth dan mastodon yang mati 150.000 tahun lalu, ditemukan di sekitar resor ski, dalam sebuah sedimen dasar danau yang mengering di Rocky Mountains, Colorado, Amerika Serikat. Penemuan dari zaman es ini diyakini sebagai koleksi terbesar yang ada ditemukan di satu tempat. 

Penemuan mammoth pertama terjadi pada Oktober lalu saat kontraktor sedang mempersiapkan tempat untuk pembangunan dam baru di tempat penampungan air dekat Snowmass Village, bagian dari resor ski Aspen. Saat itu, mereka menemukan tulang belulang mammoth

Hingga kini, di lokasi berketinggian 2.500 meter itu sudah ditemukan 600 tulang. Palaeontolog dari Denver Museum of Nature and Science yang memimpin penggalian menemukan sisa-sisa dari 4 mammoth columbia, 10 mastodon amerika, 4 bison purba, seekor spesies rusa, dan salamander harimau.

Fosil bison yang ditemukan memiliki tanduk sepanjang sekitar 90 cm. Bobot bison tersebut diperkirakan mencapai 114 kg. Dengan demikian, besarnya diperkirakan 2 kali lipat bison modern. Saat mencoba menyatukan kedua tanduk bison ini, para peneliti menemukan bahwa lebar tengkorak bison ini mencapai 2,5 meter. 

Mereka juga menemukan lebih dari 15 gading, termasuk gading berukuran 2,4 meter yang diperkirakan milik mastodon. Selain itu, ditemukan juga sisa-sisa pohon dengan bekas gigitan berang-berang. Bekas-bekas gigi juga ditemukan pada beberapa tulang hewan yang kemungkinan dibunuh predator. Meskipun demikian, para peneliti belum menemukan sisa-sisa predator. 

Hewan-hewan ini diperkirakan hidup antara 150.000 dan 50.000 tahun lalu, saat sebagian besar Eropa dan Amerika Utara tertutup gletser dari zaman es.  

Kini, para peneliti sedang berusaha mencari tahu penyebab hewan-hewan ini terkubur bersama di satu lokasi seluas 4.000 meter persegi. Para peneliti menduga hewan-hewan mendatangi lokasi itu dengan tujuan mendapatkan air minum di tempat yang dulu merupakan danau ini. Para ahli juga menduga beberapa hewan melintasi permukaan danau yang membeku dan kemudian jatuh ke dalam air ini. Akibatnya, hewan-hewan ini terawetkan di dasar danau. 

Fosil-fosil itu juga diduga telah melewati periode yang panjang sehingga dapat dipakai untuk memperkirakan perubahan ekosistem pada saat itu. "Mammoth dan mastodon hampir tidak pernah ditemukan bersama di satu lokasi karena mereka hidup di lingkungan yang sangat berbeda. Jadi, di sini kita bisa melihat perubahan ekosistem di sekitar danau," ujar Johnson. Ia juga menyebutkan kalau area ini dulunya mungkin ditutupi hutan. Namun kemudian, area ini berubah menjadi rawa.








"Temuan ini adalah harta karun fosil zaman es. Banyak fosil yang masih murni, seperti diawetkan dengan baik. Beberapa tulang yang kami temukan masih putih, daun-daun masih hijau, dan cabang pohon masih ditempeli kulit kayu," kata Kirk Johson, salah satu peneliti yang memimpin ekspedisi ini. 

Para paleontolog berharap menemukan lebih banyak fosil saat kembali ke situs ini pada musim semi, ketika salju telah mencair.
(nationalgeographic)

2011, tahun pembuktian teori 'partikel Tuhan'

Para ilmuwan optimis akan berhasil menemukan "partikel Tuhan" pada tahun 2011.

Peneliti yang bekerja di European Laboratory for Particle Physics di Jenewa, Christoph Rembser, menyatakan keyakinannya tersebut. 'Partikel Tuhan' telah diteliti kemungkinan keberadaannya semenjak 1964. Namun hingga kini belum ada ilmuwan yang dapat mendeteksinya.

Partikel ini amat mendasar. Partikel inilah, yang menurut para ilmuwan, membentuk jagat raya. Menurut perkiraan, partikel berukuran besar, bahkan melebihi besar partikel-partikel yang pernah ada. 'Partikel Tuhan' diduga kuat dapat memberikan massa kepada partikel-partikel lainnya sehingga partikel ini pun penting dalam sains.








Meski demikian, para ilmuwan masih gamang dalam memastikan sebesar apa partikel itu, bila itu benar ada. Yang jelas penelitian ini juga menjadi salah satu pekerjaan rumah teratas bagi mereka, setelah sekian lama.

"Paling tidak kami sudah memiliki persiapan cukup, akselerator dan detektor, segalanya telah diatur untuk mengukur dan mengamati," ujar Rembser. "Hanya sekarang tinggal menunggu apakah alam merestui kami (untuk menemukan)."
(nationalgeographic)

Kutu berikan petunjuk kapan manusia mulai berpakaian

Studi terhadap kutu menunjukkan bahwa manusia berpakaian sejak 170.000 tahun lalu. 

Sebuah studi di Universitas Florida yang mempelajari evolusi kutu menemukan data bahwa manusia modern mulai mengenakan pakaian sekitar 70.000 tahun sebelum bermigrasi ke daerah yang lebih tinggi dan beriklim lebih dingin. Migrasi itu sendiri terjadi kira-kira 100.000 tahun lalu.

Pemimpin penelitian David Reed mengatakan ia bersama timnya mempelajari kutu pada manusia modern untuk mendapatkan pemahaman lebih baik mengenai pola migrasi dan evolusi manusia. "Karena kutu beradaptasi sangat baik dengan pakaian, kami bisa mengetahui bahwa kutu pakaian atau kutu badan baru muncul ketika manusia mulai mengenakan pakaian," jelasnya.








Kutu dipelajari karena berbeda dengan parasit lain kutu menetap pada inangnya dalam periode evolusi yang panjang. Hubungan itu memungkinkan ilmuwan untuk mempelajari perubahan evolusioner pada inang berdasarkan perubahan pada parasitnya.

"Studi ini juga menunjukkan bahwa manusia mulai mengenakan pakaian setelah kehilangan rambut pada tubuhnya," kata Reed. Merujuk pada penelitian sebelumnya peristiwa ini terjadi sekira 1 juta tahun lalu. Artinya, manusia cukup lama mengalami masa tanpa rambut tubuh dan tanpa pakaian.

Studi tersebut mengaplikasikan kumpulan data tentang kutu pada evolusi manusia untuk dapat menghasilkan informasi yang berguna di bidang medis, evolusi biologi, ekologi ataupun bidang lainnya. 
(nationalgeographic)

Gen menentukan pertemanan

Hasil dari sebuah penelitian baru mengemukakan bahwa gen manusia berperan dalam memilih teman dan memengaruhi pilihan hidup nantinya,

Studi yang dilakukan oleh National Longitudinal Study of Adolescent Health and the Framingham tersebut mendapati kalau orang dengan gen tertentu memilih teman yang bersifat mirip dengannya. Sementara orang yang memiliki gen tertentu lainnya, memilih orang dengan sifat berbeda sebagai teman.

Sebagai contoh, orang dengan varian gen DRD2 akan merasa lebih tertarik dengan orang lain yang juga memiliki varian yang sama. DRD2 dalam genetika terlibat dalam produksi reseptor dopamin, reseptor penting dalam sistem saraf di tulang belakang.

"Jika seseorang impulsif maka ia juga akan memilih teman-teman yang lebih impulsif," kata James Fowler, professor dari University of California-San Diego, yang melakukan studi ini. ia juga menyebutkan kalau orang yang impulsif umumnya lebih sering mengunjungi tempat-tempat, seperti bar, taman hiburan, tempat mereka dapat bertemu dan berteman dengan orang-orang sepaham.

Gen lainnya--gen yang juga memengaruhi hati memproses makanan dan obat, serta berhubungan dengan keterbukaan dalam pengalaman--menentukan sifat yang berlawanan. Dalam hal ini, orang lebih menginginkan pertemanan dengan orang lain yang memiliki gen berbeda dengan mereka. 








Temuan ini mendukung penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa orang cenderung memilih pasangan dengan perbedaan sistem kekebalan tubuh agar menghasilkan keturunan dengan sistem kekebalan tubuh yang mampu melawan berbagai penyakit.
(nationalgeographic)

Siapakah Dibalik Misteri Raibnya Naskah Laut Mati

Penemuan tulisan-tulisan tangan berbahasa Ibrani dan Aramaik kuno di propinsi Qumran, paska Perang Dunia II telah memicu antusiasme para Ahli Sejarah Kitab Suci untuk mendapatkan informasi tentang naskah-naskah tersebut.

Mereka mengharapkan dapat memberikan jawaban atas misteri dari periode penting dalam sejarah umat manusia.



Hal itu tentu saja sangat beralasan mengingat bahwa naskah berbahasa Ibrani paling kuno yang ada saat ini dari Kitab-kitab Perjanjian Lama berasal dari abad ke-10 M.

Selain bahwa naskah-naskah tersebut menyimpan perbedaan-perbedaan cukup besar jika dihadapkan dengan naskah-naskah septuagintal Yunani yang berhasil diterjemahkan di Alexandria pada abad ke-13 SM.

Manakah di antara kedua naskah yang paling sahih dalam hal terjadinya perbedaan? Manakah di antara keduanya yang paling dapat diandalkan?

Tidak hanya terbatas pada Jemaat-Jemaat Yitzrael, bahkan Gereja-Gereja Kristen Yunani, mengakui Perjanjian Lama sebagai bagian dari Kitab Suci mereka.

Sementara umat Kristen hingga abad ke-10 M, mengandalkan naskah Septuaginta (naskah Yunani, pent) dan setelah itu mereka beralih (kecuali Gereja Yunani Timur) ke naskah Ibrani pada awal abad yang sama.

Sebagaimana sumber-sumber yang sampai kepada kita tentang al-Masih, semuanya berasal dari tulisan-tulisan yang disusun pada setengah abad semenjak waktu yang ditentukan sebagai saat wafatnya Yesus.

Dan tidak terdapat satu naskahpun (meskipun sedikit) dari sumber-sumber sejarah masa kini yang menyebutkan secara pasti periode yang dikatakan bahwa Yesus pernah hidup di masa itu.

Bahkan sebaliknya, Kitab-kitab Perjanjian Baru sendiri, sebagai rujukan satu-satunya tetang kehidupan Yesus ­memberikan kepada kita inforamsi yang kontradiktif berkenaan dengan kehidupan dan kematian Yesus.

Injil Matius menyebutkan bahwa Yesus dilahirkan pada masa pemerintahan Kaisar Herodus, yang mangkat pada tahun ke-4 SM.

Sedangkan Injil Lukas menetapkan kelahiran al-Masih pada masa sensus penduduk oleh Romawi, yakni tahun ke-enam kelahiran al-Masih.

Perbedaan juga muncul berkenaan dengan masa berakhirya kehidupan al-Masih di bumi. Berdasarkan keterangan-keterangan yang didapat dari kitab-kitab Injil, ada yang menetapkan pada tahun ke­-30, tahun ke-33 dan ada pula yang menetapkannya pada tahun ke-36.

Sementara keyakinan terdahulu menegaskan bahwa para penulis Injil itu adalah para murid dan sahabat yang hidup semasa al-Masih, dan mereka menjadi saksi hidup atas maklumat yang mereka tulis.

Akan tetapi, saat sekarang ini menjadi jelas bahwa tidak seorangpun dari para penulis Injil itu yang pernah bertemu Yesus.

Para penulis itu tanpa terkecuali bersandar pada riwayat-riwayat yang mereka dengar dari orang lain atau dari penafsiran-penafsiran mereka terhadap tulisan-tulisan kuno.

Berdasarkan pada kenyataan ini, maka penemuan tulisan-tulisan kuno yang mendahului atau semasa dengan zaman kehidupan Yesus di kawasan yang hanya berjarak beberapa kilometer dari kota Jerusalem, yang disebut-sebut sebagai kota tempat meninggalnya al-Masih, telah membangkitkan kembali harapan untuk menemukan sumber-sumber pengetahuan untuk menyingkap tabir misteri dan hakikat persoalan dalam sejarah institusi agama Kristen dan keterkaitannya dengan jemaat-jemaat Yahudi yang ada pada masa itu.

Antusiasme menjadi bertambah besar semenjak dipublikasikannya bagian­-bagian awal manuskrip pada tahun enam puluhan.

Maka jelaslah bahwa tulisan-tulisan tangan itu berkaitan erat dengan kelompok Judeo-Kristen yang dikenal sebagai Kaum Esenes, yang memiliki seorang guru bijak dengan sifat dan karakter yang tidak berbeda dengan al-Masih.

Namun sayang bahwa antusiasme yang muncul di kalangan para ilmuan sejarah kitab suci dan para pembaca awam justru menimbulkan rasa cemas dan khawatir dari pihak otoritas agama dan institusi-institusi Yahudi maupun Kristen.

Alasan kecemasan itu tidak berhubungan dengan rasa takut bahwa informasi yang berhasil diketemukan akan menguatkan keimanan orang-orang muslim, sebab sejatinya bahwa tulisan-tulisan itu merupakan tulisan keagamaan kuno.

Namun kecemasan itu lebih mengarah pada kekhawatiran akan terjadinya penyelewengan dan perubahan yang tidak saja berkenaan dengan hakikat sejarah, tetapi juga meyangkut penafsiran teks-teks keagamaan berikut maknanya.

Berdasarkan alasan demikian ini, maka semenjak pemerintah Israel menduduki kota Jerusalem Lama paska Perang Juni 1967, usaha-usaha penerbitan masuskrip Laut Mati secara praktis terhenti. Sementara di sana masih tersisa lebih dari separuh yang belum sempat diterbitkan.

Bahkan lebih dari itu, pemerintah Israel berupaya untuk membungkam suara-suara yang datang dari segala penjuru (yang paling lantang justru dari para ilmuan Israel sendiri).

Untuk berkelit dari desakan terus­ menerus itu, pemerintah Israel merencanakan sebuah aksi simbolis. Pihak berwenang di Depertemen Arkeologi Israel mengirimkan gambar-gambar potografi yang diklaim sebagai telah mewakili seluruh naskah yang ada di musium Rockefeller di Jerusalem, kepada Universitas Oxford di Inggris dan kepada sebuah universitas di Amerika Serikat.

Selanjutnya pemerintah Israel berpura-pura seolah-olah geram dan melancarkan aksi protes ketika universitas yang dimaksud menerjemahkan dan mempublikasikan gambar-gambar photografi manuskrip tersebut tanpa izin resmi dari pemerintah Israel.

Drama simbolis pemerintah Israel ini, agaknya dimaksudkan untuk memberi kesan seolah-olah semua naskah manuskrip telah diterjemahkan dan dipublikasikan, sehingga dengan demikian tidak akan ada lagi alasan pihak manapun untuk mendesak pemerintah Israel agar memperlihatkan semua naskah kuno yang ada di tangannya.

Bisa dipastikan bahwa di sana masih ada sejumlah naskah yang potongan­-potongannya masih belum terpublikasikan, dan oleh pihak-pihak tertentu sengaja dirahasikan keberadaannya, agar dengan demikian ia akan dilupakan kembali oleh sejarah.

Akan tetapi, bagian yang telah dipublikasikan sebelumnya, cukup untuk memberikan penjelasan kepada kita apa sejatinya misteri yang oleh pihak tertentu sengaja ditutup-tutupi. Inilah yang hendak kita coba untuk mengungkapnya pada bahasan-bahasan berikut.



Manuskrip Laut Mati yang dimaksud adalah sekumpulan tulisan tangan kuno yang berhasil diketemukan antara tahun 1947 - 1956 di dalam gua­-gua tersembunyi di pegunungan yang terletak di sebelah barat Laut Mati, antara lain kawasan Qumran, Muraba'at, Khirbat, Mird, Ein Jeda dan Masada.


Penemuan tersebut, khususnya yang berasal dari wilayah Qumran atau Umran, wilayah Tepi Barat Jordan yang berjarak hanya beberapa kilometer selatan kota Yerikho (Areeha), semenjak setengah abad yang lalu, telah membawa dampak sangat dalam pada pola pikir peneliti-peneliti Yahudi dan Kristen di seluruh dunia.







Selanjutnya penemuan-penemuan spektakuler itu, secara pasti, telah mengakibatkan terjadinya perubahan pada banyak struktur kepercayaan yang selama ini diyakini di Palestina.

Meski demikian, kita masih berada di awal langkah sehingga belum bisa diharapkan untuk mendapatkan hasil-hasil yang sempurna, kecuali apabila seluruh naskah yang ada berhasil dipublikasikan dan difahami maknanya oleh para peneliti.

Ketika Perang Dunia II hampir reda, tepatnya pada bulan Februari tahun 1947, ditemukan gua pertama dekat Laut Mati.

Ketika itu Palestina di bawah perwalian Inggris dan Jerusalem masih dalam genggaman rakyat Palestina.

Awalnya, Muhammad Ad-Dib, seorang anak gembala kehilangan seekor domba miliknya. Ia berasal dari suku Ta'amirah yang mendiami wilayah yang membentang dari Jerusalem hingga tepian Laut Mati. Dalam usaha menemukan dombanya yang tersesat, anak gembala itu naik ke sebuah batu cadas.

Dari tempat itu ia melihat celah sempit dari sebuah tebing yang berhadapan dengan lereng gunung. Dipungutnya sebuah batu, ia lemparkan batu itu ke dalam gua dan sekonyong­-konyong terdengar beturan batu yang dilemparkannya dengan benda-benda yang tampaknya terbuat dari bahan tembikar.

Gembala kecil itu kemudian menaiki lereng gunung dan mengintip dari atas. Dalam suasana remang-remang, Muhammad menyaksikan sejumlah perabot dari tembikar yang tersusun rapi di lantai gua.

Esok paginya, Muhammad kembali ke gua diikuti beberapa orang kawan. Dan benar, di dalam gua itu mereka menemukan seperangkat perabot dari tembikar dan tujuh gulungan tulisan tangan.

Dalam waktu singkat, naskah manuskrip tulisan tangan itu telah dipamerkan untuk dijual oleh pedagang barang antik di Jerusalem, bernama Kando.

Ia membeli barang itu dari seorang penduduk Ta'amirah. Athanasius Samuel, Kepala Biara Katolik Saint Markus di Swiss yang pada saat itu sedang berada di Jerusalem membeli 4 buah manuskrip, sedangkan 3 buah lainnya dibeli oleh Profesor Eliezer Sukenik dari University of Hebrew di Jerusalem.

Ketika Perang Arab - Israel berkecamuk, menyusul proklamasi berdirinya Negara Israel pada tanggal 15 Mei 1948, Atanasius khawatir akan nasib naskah-naskah kuno yang dibelinya.

Ia berniat mengirimkan ke-empat naskah itu ke Amerika Serikat untuk dijual di sana. Namun akhirnya naskah-naskah itu dibeli oleh Yigael Yadin (anak Profesor Sukenik­) dengan harga seperempat juta US dollar atas nama Hebrew University di Jerusalem.

Dengan demikian, tujuh naskah temuan pertama itu berada dalam kepemilikan Hebrew University di Israel.

Ketika dicapai kesepakatan damai Arab-Israel pada 7 November 1949, kawasan Qumran dan sepertiga bagian utara wilayah Laut Mati menjadi wilayah teritorial Kerajaan Hashemit Jordania, sehingga dengan demikian pihak berwenang di Jordan dapat dengan leluasa melancarkan rangkaian ekspedisi arkeologis guna melacak keberadaan manuskrip kuno yang masih tersisa.

Meskipun di pihak lain warga Ta'amirah merahasiakan keberadaan gua-­gua misterius itu, namun pada akhirnya pihak berwenang Jordan berhasil menemukannya pada akhir bulan Januari 1949.

Menyusul penemuan lokasi gua-gua Qumran, pihak berwenang Jordan segera melancarkan ekspedisi pencarian di dalam gua-gua tersebut.

Di bawah pengawasan G.L. Harding, seorang ilmuwan berkebangsaan Inggris yang yang menjabat sebagai Direktur Departemen Arkeologi Jordan bersama Pendeta Roland de Vaux direktur French Dominican I'Ecole Biblique, di Jerusalem Timur, ekspedisi itu berhasil menemukan ratusan potongan-potongan kecil di dalam gua berikut benda-benda kuno dari tembikar, kain dan benda-benda dari kayu.

Benda-benda antik tersebut tentu sangat membantu upaya menentukan masa sejarah tulisan-tulisan tangan dari zaman kuno itu.

Namun sayangnya, ekspedisi kali ini tidak dilanjutkan hingga mencakup wilayah Khirbat (Dataran di bawah lokasi gua) kecuali pada bulan November 1951, di mana diketemukan puing-puing perkampungan kuno yang didiami oleh para pengikut sekte Esenes, di dalamnya juga diketemukan benda-­benda kuno romawi.

Antara lain adalah kepingan uang logam, yang dari masa pembuatannya mengindikasikan bahwa gua-gua tersebut dihuni oleh orang-orang tertentu hingga berkobarnya gerakan pemberontakan Yahudi melawan penguasa Romawi antara tahun 66 - 70 M, yang berakhir dengan pembumihangusan kota Jerusalem dan diusirnya bangsa Yahudi dari kota tersebut dan wilayah-wilayah lain di sekitar Jerusalem.

Karena tamak untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan materi, penduduk Ta'amirah menjelajahi hampir seluruh kawasan tepi Laut Mati guna menemukan manuskrip-manuskrip lain yang diperkirakan masih tersembunyi di gua-gua wilayah pegunungan.

Pada bulan November 1952, seorang warga Badui Ta'amirah berhasil menemukan gua lain yang tersimpan di dalamnya sejumlah besar gulungan manuskrip yang telah lapuk dan menjadi potongan­-potongan kecil. Ia kemudian menjualnya kepada pihak berwenang di Jordan.

Cara pencarian yang dilakukan oleh penduduk Ta'amirah itu kemudian ditiru oleh pemerintah Jordan untuk melakukan eksplorasi di gua-­gua Laut Mati dalam upaya menemukan naskah-­naskah yang masih tersisa.

Puncaknya, pada tahun 1965, ditemukan sekumpulan gua yang terdiri dari dua belas buah, juga di wilayah Qumran. Gua-gua baru yang berhasil ditemukan itu selanjutnya diberi nomor sesuai urutan penemuan.

Warga Ta'amirah menemukan gua nomor 1, 4, dan 6, sedangkan tujuh gua laiinnya ditemukan oleh pihak berwenang Jordan.


Pater De Voux, selanjutnya ditunjuk menjadi Penanggung jawab Ekspedisi Arkeologis Jordan dalam upaya menemukan naskah-naskah kuno di Qumran, merangkap Penanggung Jawab proyek penyiapan dan penerjemahan Naskah.

Oleh de Foux, potongan-­potongan naskah yang berhasil diketemukan di Gua Nomor-1 diserahkan kepada Dominique Partolemi dan Millick, keduanya partner kerja de Foux di French Dominican I'Ecole Biblique. Penerbitan naskah terjemahan dilakukan oleh Oxford University pada tahun 1955.

Menyusul sesudah itu, pada tahun 1961, terjemahan manuskrip yang diketemukan di gua kawasan Muraba'at, arah selatan Qumran, oleh Josef T. Milik, telah dipublikasikan pula.

Bagian ke-empat dari manuskrip Muraba'at yang berisikan kitab-kitab Mazmur yang berasal dari temuan di gua nomor 11 itu dipublikasikan pada tahun 1965.

Sedangkan bagian kelima yang merupakan potongan-potongan yang berasal dari gua nomor 4 diterbitkan pada tahun 1968.

Pada perkembangan berikutnya, diketemukan pula manuskrip-manuskrip kuno di gua-gua lain di luar kawasan Qumran, antara lain di wilayah Mird, arah barat daya Qumran, Muraba'at (arah tenggara Qumran) dan Masada, sebuah benteng kuno Yahudi di selatan Laut Mati yang dikuasai pemerintah Israel.

Dalam usaha menemukan manuskrip-manuskrip kuno itu, penduduk Qumran tidak puas dengan pencarian di Qumran saja, mereka bahkan telah menjelajahi hampir seluruh kawasan pegunungan yang membentang sepanjang kawasan pantai Laut Mati.

Pada bulan 0ktober tahun 1951 lagi-lagi seorang warga Badui Ta'amirah menemukan sejumlah manuskrip dalam bahasa Ibrani dan Yunani di sebuah gua di kawasan oase Muraba'at, kurang lebih 15 km selatan gua Qumran yang pertama, lalu ia menjual naskah temuan itu kepada pihak berwenang Jordan.

Pada saat yang sama, sejumlah warga Ta'amirah lainnya menemukan sebagian tulisan-tulisan kristiani di wilayah Mird, dekat Qumran, di antaranya tertulis dalam bahasa Suryani.

Sebuah tim ekspedisi yang beranggotakan para arkeolog Israel di bawah pimpinan Yigael Yadin, juga melakukan pencarian naskah kuno antara tahun 1963 - 1965, khususnya di bekas-bekas peninggalan di benteng Masada, dalam wilayah kekuasaan Israel, arah timur laut kota Arikha (AI-Khalil), dan berhasil menemukan beberapa buah naskah kuno.

Namun yang menjadi sorotan kita di sini adalah tulisan-tulisan kuno yang berasal dari Qumran, yang diyakini merupakan peninggalan orang­-orang sekte Esenes, bukan tulisan-tulisan Yudaisme dan Kristen yang ditemukan di luar Qumran.

Pecahnya Perang Arab - Israel tahun 1967 menyebabkan jatuhnya wilayah Tepi Barat ke dalam cengkeraman pemerintah pendudukan Israel, begitu juga museum Jerusalem, tempat di simpannya manuskrip-manuskrip kuno.

Tidak ada yang terlepas dari penguasaan pihak berwenang Israel selain sebuah manuskrip tembaga, sebab pada saat itu, naskah berada di Amman, Jordan. Dan semenjak saat itu, semua aktifitas publikasi naskah kuno praktis terhenti.

(apakabardunia)

Siapakah Para Penulis Naskah Laut Mati


Siapakah orang-orang yang mendiami wilayah Qumran antara pertengahan abad ke-2 SM hingga pertengahan abad 1 M yang menyembunyikan manuskrip-manuskrip misterius di gua-gua Laut Mati?


Para ilmuwan sepakat bahwa naskah-naskah kuno tulisan tangan yang diketemukan di Qumran itu adalah milik sekte Yahudi yang menamakan diri mereka "Esenes".


Sebutan mereka dengan nama tersebut menjadi bahan perdebatan di kalangan para ahli. Profesor Abbas Mahmud AI-Aqqad dalam buku "Hayat Almasih" (Kehidupan Almasih) edisi kedua, mengemukakan sebagai berikut.


"Pendapat yang paling akurat dari berbagai tesis yang ada adalah bahwa orang-orang yang khusyu, yang menghuni rumah peribadatan di Qumran itu adalah sekelompok sekte Esenes, salah satu sekte konservatif dan sangat keras mempertahankan hukum-hukum agama Yahudi, yang menantikan keselamatan mereka dengan datangnya Sang Juru Selamat yang dijanjikan." 


"Sekte ini yang juga sempat kami singgung dalam tulisan kami 'Kejeniusan Almasih', merupakan kelompok bani Israel yang paling bersih dari perbuatan dosa dan hawa nafsu."


"Dalam tingkat keberagamaan, mereka terbagi menjadi tiga kelas. Dalam sumpah kesetiaan, mereka bersumpah untuk menjaga rahasia kelompoknya, dan sesudah itu mereka diharamkan untuk bersumpah secara benar atau palsu seumur hidup."


"Mereka beriman pada hari kiamat, kebangkitan dan kerasulan Almasih sang Juru Selamat. Pendapat kami bahwa nama Esenes berasal dari derivasi 'ast' yang berarti tabib."


Para ilmuan sejarah berbeda pendapat berkenaan dangan asal penamaan Esenes. Sebagaimana tersebut di atas bahwa Profesor Aqqad menyebutnya berasal dari akar kata 'ast' dalam bahasa Aramik yang berarti tabib.


Akan tetapi penulis berbeda pendapat dengan Profesor Aqqad, sebab jamak dari kata "ast"' bukannya "esen" tetapi "asen".


Meskipun diketahui bahwa mereka mempergunakan ramuan obat-obatan untuk terapi penyembuhan berbagai macam penyakit, namun mereka bukanlah para tabib, dan tidak terdapat satupun tulisan kuno yang memperkuat dugaan bahwa mereka berprofesi sebagai tabib.


Nama kelompok Esenes tertulis dalam bahasa Yunani dalam karya sejarah Philo Judaeus 1), Josephus Flavius 2), dan Pliny the Elder 3), masing-masing dalam ungkapan "Esenoy" atau " Esau" sedangkan nama orang yang menisbatkan dirinya kepada nama itu disebut " Esawi".


Persoalan mendasar yang dihadapi oleh para peneliti adalah bahwa meskipun asal kata dari nama kelompok ini merupakan peristilahan lokal, namun mereka mendapatinya hanya tertulis dalam bahasa Yunani. Untuk itu pertu dilacak asal kata dari istilah tersebut.


Sebagian peneliti mengasumsikan bahwa istilah itu berasal dari bahasa Aramik atau Ibrani; namun mereka tidak kunjung sepakat pada kata tertentu yarig menunjukkan bahwa kelompok tersebut pernah berdiam di wilayah Palestina.


Namun demikian, di sana terdapat indikasi kuat yang menghubungkan kelampok Esenes dengan Nabi Yesaya, yang membelot dari kelompok Pendeta Rumah Suci dan memilih hidup menyendiri menantikan kedatangan Sang Juru Selamat pada akhir zaman (hari kiamat).


Nama Yesaya dalam bahasa Ibrani adalah 'Vasya Ya', seperti 'Yasyu' dan 'Yasu' yang mempunyai satu pengertian yakni keselamatan Tuhan.


Sedangkan nama "Yasu"' dalam bahasa Yunani atau "Isa" dalam bahasa Arab­ditulis sebagai "Esu". Tampaknya bahwa nama Yesaya juga dipakai untuk menamakan murid-murid Nabi Yesaya.


Para peneliti telah menemukan tiga bagian dalam Kitab Yesaya ditulis selama kurun waktu dua abad, antara abad ke-6 hingga abad ke-4 SM.


Apapun alasannya, di antara jemaat yang mendiami wilayah Qumran bersama nabi Yesaya terdapat hubungan yang erat (Berkat penemuan di dalam gua-gua hunian mereka) dengan tulisan-tulisan Nabi Yesaya dalam jumlah besar, dan mereka menafsirkan tulisan-tulisan itu dengan metode khusus yang menjadi rahasia di antara mereka, terutama bagian-bagian yang berkenaan dengan "Hamba Tuhan", dan kelahiran "Emanuel".


Naskah-naskah ini juga-lah yang diandalkan oleh para penulis Injil untuk mengisyaratkan kelahiran Isa Almasih yang mereka sebut sebagai "Nubuwat Sang Guru di masa mendatang".


Mengetahui asal kata dari peristilahan ini barangkali tidak sedemikian sulit, jika kita mengingat bahwa huruf "ain" dalam bahasa Arab dan pada semua bahasa Semitik akan menjadi "alif" dalam bahasa-bahasa Eropa di antaranya bahasa Yunani. 









Menurut penjelasan Pliny, dalam bukunya "Natural History", sesungguhnya kelompok Esenes mendiami wilayah antara kota Yericho (Ariha) kawasan lembah Jordan di utara dan kota 'Ein Juda di tepian Laut Mati di selatan.


Kawasan yang sama di mana terletak wilayah tak berpenghuni di Qumran. Paska kedatangan orang-orang Yahudi dari Babel, para pendeta Yahudi berhasil menyeru manusia pada ajaran agama Yahudi yang didirikan berdasarkan penafsiran mereka yang sangat khusus atas Taurat Musa.


Dan berdasarkan retorika penafsiran itu pula para pendeta menyusun ulang format kitab suci Yahudi. Bersamaan dengan dibolehkannya orang-orang Yahudi untuk membangun kembali rumah suci kaum Yebusi oleh penguasa Parsi, maka dengan demikian, rumah suci itu menjadi pusat kegiatan peribadatan para pendeta.


Ibadah Yahudi yang dilakukan oleh kelompok pendeta, terdiri dari ritual-ritual tertentu, yang penting di antaranya adalah menyembelih hewan kurban yang dilakukan oleh para pendeta di rumah suci setiap hari, terlebih pada hari Sabat atau hari-hari raya.


Orang­-orang Yahudi awam, masing-masing diminta untuk mempersembahkan sebagian hasil usaha mereka untuk rumah suci.


Oleh sebab jabatan Kependetaan itu menjadi status yang sifatnya turun temurun dalam garis keturunan keluarga "para pendeta", maka secara otomatis, "status kependetaan" itu selanjutnya membentuk hierarkhi baru dalam masyarakat Yahudi, yang mampu mendatangkan sumber kekayaan yang cukup melimpah.




Dengan masuknya komunitas aristokrat dan para pedagang, hierarkhi tersebut selanjutnya menjadi populer sebagai Sekte Saduki atau Sedukhem.


Kelas sosial Yahudi tersebut kemudian memegang otoritas atas bangsa Yahudi melalui ritus-ritus keagamaan.


Tidak ada doa atau upacara keagamaan lainnya yang berlangsung dalam agama Yahudi yang dapat dilaksanakan sendiri oleh para pemeluk, baik di rumah atau di tempat peribadatan lain, melainkan harus datang ke Rumah Suci di Jerusalem dan mempersembahkan kurban kepada para Pendeta.


Sekte Saduki mempercayai bahwa arwah akan mengalami kematian bersamaan dengan kematian jasad. Sekte Saduki menerapkan ajaran Taurat secara sangat tekstual, dan dalam penafsiran teks-teks Taurat sama sekali terlepas logika akal, seperti halnya analogi.


Berdasarkan konsep teori penafsiran seperti itu, maka sekte Saduki tidak mengimani keabadian arwah, tidak pula kebangkitan manusia sesudah mati, atau perhitungan amal perbuatan (hisab).


Saduki juga tidak mempercayai adanya wujud malaikat dan jin, karena dalam pendirian Seduki bahwa ajaran Taurat berdiri di atas prinsip kemaha-esaan Tuhan.


Oleh karena itu tidak ada penyembahan berhala dan berikut ilah-ilah lain dalam keyakinan Saduki.


Sedangkan kepercayaan pada hari kiamat dan hisab di kehidupan akhirat sesudah mati tidak disebutkan dalam kitab-­kitab yang dinisbatkan kepada Musa, akan tetapi tercantum di dalam kitab Nabi-nabi, seperti halnya Yesaya.




Sementara sekte Seduki (Kelompok Pendeta) mendasarkan ajaran agama Yahudi hanya pada lima Kitab Taurat saja.




Berdasarkan pada tulisan-tulisan Philo Judaeus, filosof Yahudi dari Alexandria yang hidup pada awal abad Masehi, dan Josephus, sejarawan yang hidup di Palestina dan penulis sejarah Yahudi untuk Romawi pada akhir abad pertama Masehi, bahwa kaum Esenes tersebut pernah ada di Palestina, tepatnya di kawasan terdekat dengan wilayah barat laut pantai Laut Mati.


Dan berdasarkan pada sumber-sumber tulisan kuno, para penganut Sekte Esenes, meskipun mereka adalah pemeluk Yahudi tetapi mereka mempunyai perbedaan yang amat menyolok dengan pemeluk Yahudi pada umumnya.


Oleh sebab kepercayaan mereka pada keabadian arwah, pada perhitungan di hari akhir, dan mereka tidak melakukan ritus pengurbanan hewan sembelihan di kuil. Dan jumlah mereka relatif kecil, tidak lebih dari 4000 orang pada awal abad pertama Masehi.


Para pengikut sekte Esenes terbagi menjadi dua kelompok, pertama, hidup seperti layaknya para rahib dan tidak menikah, sedang kelompok kedua, hidup bersahaja dan menikah.


Meskipun di antara keduanya ada perbedaan, namun semua penganut Esenes mempunyai semangat menjauhkan diri dari dunia materi dan kesenangan hidup.


Tidak ada di antara mereka kelompok kaya dan kelompok miskin, karena semuanya menjadi satu dalam hak kepemilikian.


Esenes meyakini bahwa wujud materi yakni jasad manusia adalah wujud temporal yang fana. Sedangkan wujud yang hakiki ada di alam kehidupan arwah, dan oleh karena itu mereka tidak takut mati.


Orang-orang Esenes ini hidup dalam kelompok-kelompok secara sangat bersahaja, mengenakan selendang putih ciri khas mereka.


Rutinitas keseharian mereka dimulai dengan bangun pagi untuk melaksanakan shalat fajar kemudian pergi ke ladang karena sebagian besar mata pencarian mereka adalah bercocok tanam.


Mereka mengerjakan shalat yang kedua saat matahari tenggelam dan sesudah itu berkumpul bersama anggota keluarga untuk makan malam, yang umumnya terdiri dari roti dan satu macam jenis sayuran.


Bersuci dengan mempergunakan air sebelum melakukan shalat, merupakan tradisi ibadah sangat penting dan dipegang teguh oleh para pengikut sekte Esenes.


Bukan hal yang sederhana bagi siapapun untuk menjadi anggota sekte Esenes, khususnya wanita, karena sekte Esenes tidak menerima keanggotaan dari kaum hawa.


Yang berminat menjadi anggota sekte Esenes terlebih dahulu harus lolos ujian panjang yang berlangsung selama satu tahun. Jika yang bersangkutan lulus, ia baru diperbolehkan mengikuti ritual-ritual khusus selama dua tahun dan baru benar-benar menjadi anggota pada tahun ketiga.


Orang-orang dari sekte Esenes mempunyai kebiasaan yang sangat unik, di mana mereka memanfaatkan sebagian besar waktu malam untuk membaca Taurat juga Kitab Nabi-Nabi lainnya.


Perselisihan yang terjadi antara Esenes dan Seduki menjadi sebab bagi lahirnya sekte baru yang memiliki struktur kepercayaan moderat, yang dikenal dengan nama Farisi.


Tersebarnya filsafat Plato yang mempercayai adanya alam spiritual metafisis, berakibat pada munculnya keyakinan akan keabadian arwah sesudah mati.


Sekte Farisi percaya pada takdir, yang substansinya adalah bahwa segala sesuatu yang terjadi sesungguhnya telah ditentukan sebelumnya dan tidak mungkin untuk dihindari. Akan tetapi mereka juga meyakini kebebasan manusia untuk berkehendak dan memilih.


Mereka mengataan bahwa Tuhan akan memberi kemudahan bagi mereka yang berbuat kebajikan, sedangkan orang yang meniti jalan kejahatan, Tuhan akan membiarkan dirinya dengan pilihannya itu.


Bertolak dari keyakinan ini mereka mengatakan bahwa arwah orang-orang jahat akan ditempatkan dalam penjara abadi dan mengalami siksaan sepanjang masa.


Adapun arwah orang-orang yang baik dalam pandangan Farisi, mereka itu akan hidup kembali dalam jasad lain. Dengan ungkapan lain mereka percaya pada inkarnasi atau kembalinya arwah ke bumi.


Sebagai usaha memberikan legitimasi atas penafsiran-penafsiran mereka yang sangat bertolak belakang dengan ajaran para Pendeta, sekte Farisi mendirikan konsep teori baru yang mengatakan bahwa selain Taurat tertulis, Tuhan juga memberikan kepada Musa "Hukum Lisan" yang sampai kepada mereka melalui jalam periwayatan yang turun temurun dan selanjutnya mereka mengabadikannya dalam Talmud­.


Di samping itu mereka juga mempergunakan logika akal dalam menafsirkan teks-teks kitab suci. Mereka berpendapat bahwa perubahan zaman akan berarti perubahan tuntutan, sehingga yang penting dalam hal ini adalah penerapan substansi hukum, bukan formalitas hukum itu.


Seperti contoh, dalam menerapkan ayat "mata dibalas dengan mata", mereka mengatakan bahwa pada masa itu, tidak mesti harus dengan membunuh pelaku, sebab hal itu dapat saja diganti dengan memberikan ganti rugi kepada korban.


Tidak diragukan bahwa orang-orang Farisi-lah yang membangun agama Yahudi Rabinik (Rabbinic Judaism) setelah berakhirnya masa kependetaan menyusul hancurnya Rumah Suci Yerusalem di tangan penguasa Romawi pada tahun 70 S M, dan semua pendeta yang ada di dalamnya tewas terbunuh.


Namun demikian kita melihat adanya kesamaan pandangan antara sekte Farisi dan Seduki berkenaan dengan jati diri dan peran Almasih. Kaum Farisi memerangi pengikut-pengikut Isa As. dan menghalang-halangi misi kaum Esenes.


Orang-orang Yahudi (hingga saat ini) masih menantikan kedatangan Mesiah yang lain, selain Isa, yang akan menjadi Pemimpin dan Raja keabadian.


Maka berdasarkan keyakinan ini, penulis berpendapat bahwa kelompok Esenes, meskipun mereka menjadi bagian dari komunitas Yahudi sebelum kehancuran Beit Suci, namun pada hakikatnya mereka sangat berbeda dengan Yahudi pada umumnya, berkenaan dengan keimanan pada keabadian arwah dan hari kiamat.


Pada saat kedatangan sang Guru, yang akan memimpin pertempuran "Putera cahaya" melawan "Putera kegelapan". Mesiah yang mereka nantikan akan menang dan kejahatan akan sirna sepanjang masa.


Oleh sebab itu, kebanyakan para peneliti condong kepada kesimpulan bahwa orang­-orang sekte Esenes adalah komunitas Judeo-Kristen.
(apakabardunia)

back to top