Puasa selama 18 jam sehari? Tentu sangat mengagetkan buat muslim Indonesia yang umumnya menjalani puasa di bulan Ramadhan selama 13 jam. Kekagetan itu dirasakan warga Indonesia, Erwida Maulia yang satu bulan ini mendapatkan kesempatan kursus dari pemerintah Jerman.
"Awalnya, pertama tahu bahwa kami harus puasa selama 18 jam (sepanjang musim semi), kami agak shock. Tapi, saya dan teman Indonesia yang satu itu bertekad akan mencoba dulu untuk betul-betul menjalaninya sesuai dengan waktu sini," tuturnya dari Berlin, Jerman, Kamis (19/08) dini hari waktu setempat.
Soal puasa di Jerman, tadinya Wida dan teman-teman satu kursus yang beragama Islam dari Indonesia dan Afrika ingin mencoba berkomunikasi dengan komunitas muslim di Jerman. Hanya, mereka pun tak sempat berkenalan dengan komunitas itu.
Akhirnya, mereka pun mencari tahu dimulainya bulan Ramadhan dari situs internet www.islamicfinder.org. Situs internet itu ternyata sangat berguna untuk mengetahui waktu shalat di berbagai kota di dunia, termasuk arah kiblat.
"Sepertinya, mereka mengambil patokan mulainya puasa di Makkah. Jadi kami mulai puasa hari Rabu minggu lalu (11/08/2010)," sambungnya.
Meski pun kaget dengan lamanya puasa di Jerman, dia dan teman se-Indonesianya bertekad terus menjalaninya. Sampai hari ini, mereka pun berhasil menjalaninya. "Delapan hari Ramadhan sudah berlalu, dan ternyata alhamdulillaah kami kuat, bisa puasa dari sekitar pukul 03.00 sampai hampir pukul 21.00, hingga hari ini," ungkapnya.
Kenapa bisa kuat? Dia mengatakan, semua itu didasari dari niat. Selain itu, ada faktor lain yang ikut mendorongnya, yaitu cuaca. Sebetulnya, karena cuaca di sini cukup mendukung. Biarpun musim panas, di Hamburg (di mana dia tinggal sampai Jum'at, pekan lalu) dan di Berlin (tempatnya saat ini) udaranya sangat sejuk.
"Jadi, cuacanya enggak bikin kita cepat haus. Kalau mesti puasa 18 jam di tempat kayak Jakarta, yang udaranya amat panas, mataharinya menyengat, kayaknya sih enggak bakal sanggup," katanya sambil tertawa.
Ada lagi yang masih jadi tantangan buat Wida adalah justru waktu shalat. Karena, dia terlalu terbiasa dengan waktu shalat yang sangat teratur di Indonesia, akibatnya dia mengalami kesulitan untuk menyesuaikan dengan waktu shalat di Jerman.
"Bayangkan waktu subuh sekitar pukul 03.00 dan berakhir sekitar 05.30. Lalu Zuhur pukul 13.00, Ashar pukul 17.30, Maghrib hampir pukul 21.00, dan Isya hampir pukul 24.00," rincinya.
Waktu yang dirasakannya sulit adalah shalat Isya. Kalau mereka sholat Isya dan tarawih dulu baru tidur, kemungkinan besar sahurnya kesiangan, karena hanya tidur sekitar dua jam.
"Kalau tidur dulu, lalu baru bangun sahur, shalat isya dan tarawih, khawatir kebablasan dan waktunya terlalu mepet. Jadi, yah agak-agak 'trial and error' di sini," imbuhnya.
Dari semua yang dialaminya dalam berpuasa, Wida merasa belum bisa ibadah maksimal di sana. Dikiranya, ini karena masalah kebiasaaan saja, terlebih lagi, dengan perbedaan waktu Indonesia dan di Jerman.
"Aku enggak biasa sama pukul 19.00-20.00 yang masih terang benderang. Sering banget jadi lupa kalau itu sebetulnya sudah malam dan kami di sini masih aja beraktivitas seakan-akan masih siang," jelas Wida.
0 comments:
Post a Comment