Air Fuel Synthesis, nama perusahaan itu, yang terletak di Stockton-on-Tees, Teesside, mengklaim telah menghasilkan lima liter bensin sejak Agustus 2012, menggunakan kilang kecil yang menghasilkan bensin sintesis dari karbon dioksida dan uap air.
Sebuah upaya yang mendapat pujian dari banyak ilmuwan, sebagai upaya untuk melawan perubahan iklim sekaligus solusi untuk eskalasi krisis energi global.
Sementara ini, Air Fuel Synthesis masih dalam tahap pengembangan produksi dan masih butuh pasokan energi dari pembangkit listrik yang ada. Namun, perusahaan itu meyakini, suatu saat nanti proses produksi BBM sintesis ini akan bisa menggunakan sumber daya terbarukan. Misalnya dari angin.
Target ke depan, dalam dua tahun, mereka berharap bisa membangun pabrik skala komersial untuk membuat satu ton bensin setiap hari, lalu melakukan ekspansi dengan memproduksi bahan bakar pesawat, agar perjalanan udara lebih ramah lingkungan.
Lalu, bagaimana cara mengubah udara jadi bensin?
Teknologi yang dimiliki Air Fuel Synthesis secara sederhana bisa dijelaskan seperti ini: mencampurkan udara dengan natrium hidroksida (NaOH), lalu mengelektrolisasi natrium karbonat (Na2CO3) yang dihasilkan untuk melepas karbon dioksida murni.
Lalu, hasilnya direaksikan dengan hidrogen yang dielektrolisis dari air, untuk membuat campuran hidrokarbon. Kondisi reaksi bervariasi, akan disesuaikan dengan jenis bahan bakar yang diinginkan.
Peter Harrison, direktur eksekutif Air Fuel Synthesis mengumumkan terobosan tersebut dalam sebuah konferensi di Institution of Mechanical Engineers di London, pekan ini.
"Kami mengonversi energi terbarukan menjadi lebih bervariasi, bisa digunakan, dan disimpan, seperti bahan bakar cair lain," kata dia kepada Independent.
Perusahaan meyakini, pada akhir 2014, asalkan mendapat dana yang cukup, bisa memproduksi BBM alternatif itu dalam skala komersial.
Dengan mengekstrasi karbon dioksida dari udara, itu berarti proses produksi BBM alternatif secara efektif bisa menghilangkan gas rumah kaca yang dihasilkan industri.
Harrison menambahkan, pihaknya berencana untuk memproduksi bensin secara komersial menggunakan energi terbarukan pada akhir 2014. Dalam 15 tahun ke depan perusahaan ini akan beroperasi dengan skala kilang.
Kerja AFS didukung Institution of Mechanical Engineers. Tim Fox, kepala bidang energi dan lingkungan institusi tersebut mengapresiasi terobosan itu. "Mungkin kedengarannya mustahil, tapi ini nyata," ujarnya.
Fox yang telah mengunjungi proyek percontohan AFS mengatakan, proses mengubah udara menjadi BBM menggunakan komponen yang sudah dikenal dan telah tersedia saat ini. "Yang menarik, mereka bisa menyatukannya dan menunjukkan, itu bisa bekerja sesuai keinginan," tuturnya.
Masalah utamanya, hingga saat ini proses tersebut masih sangat mahal. Baru mengekstraksi satu ton karbon dioksida saja membutuhkan biaya 400 poundsterling atau Rp52 juta.
by apakabardunia
0 comments:
Post a Comment